Sabtu, 07 Juni 2014

Teruntuk Aku yang Tak Mengenal Sahabat, Hanya Teman Seperjalanan


Mari bercerita tentang sahabat, apa itu sahabat ?. Sejauh kaki melangkah diperaduan rantauan yang dekat ini, entah dari semak belukar atau dari dasar sungai, aku belum mengerti apa yang disebut dengan sahabat. Kata orang sahabat itu segalanya, iya mungkin. Sahabat juga yang ada disetiap saat jika kau lagi bersedih, gundah gulana, sampai mau pingsan sekalipun. Sahabat selamanya, katanya. Aku lebih memilih melihat awan yang melintas, lembut dan memaknainya sendiri, masih bukan tentang sahabat. Sahabat juga bisa menjadi dewa dihatimu, bisa menjadi setan juga, barangkali. Sahabat sebagai keluarga, tapi ia tak kan seelok ibu, tak sehormat ayah. Jika hati mu kau berikan setengah nya kepada sahabat mu, apakah ia akan memberikan sama, lebih, atau kurang hati nya kepadamu ? hanya perjalanan waktu yang diselingi doa yang akan menjawab.
Terdengar, terlihat, kadang terasa, ya begitulah aku ketika melihat orang menangis. Menangis untuk kehidupan yang paling sering ku lihat, menangis bukan untuk rasa syukur yang diberikan Yang Kuasa tanpa henti, dan paling miris menangis karena sahabat, ya sahabat. Bila kau letakkan hatimu, kau taruh di atas kaca, anggap kaca itu sahabatmu, hati mu akan terlihat dua, sama persis, tapi satu nyata dan satu hanya pantulan cahaya, mengertilah. Berizin atau tak berizin, ia akan sama, kau retakkan kaca itu, hati mu luka dan ia akan berubah, tak sama lagi bukan. Ingin ku katakan, menangisi sahabat sama saja kau melerai perkelahian batin dan nuranimu, biarkan mereka berbeda, mereka tau yang seharusnya.
Aku bukan tak mudah percaya, aku percaya. Sahabat itu ada, tapi bukan disini, dilengan baju yang sobek ini. Ku kutip sedikit dari apa yang telah ku baca, terkadang kita lupa betatapun kita mencintai mereka, mereka bukanlah milik kita seutuhnya, mereka disini ku sebut sahabat, ya lagi-lagi sahabat. Aku tak membenci orang yang menyebutku sahabat, aku senang, hanya saja aku tidak mengerti. Masihkah kau membutuhkan sahabat mu ? tenangkan dan katakan masih.
Ya, aku mungkin tak bisa menggenggam asap, ia akan hilang. Tapi tidakkah ia akan melayang bersama hembusan nafas kita, terbang bebas tanpa menunduk lagi dibawah api. Aku tak mengenal sahabat, apalagi sampai sahabat teristimewa dan sebagainya. Aku tak kan meletakkan hatiku di atas kaca itu, biarkan ku genggam di tangan kiriku, dan tangan kanan ku menggegam tangan mu, bagiku itu yang teraamiini. Ku genggam dengan doa dan ku ikat dengan amanah, aku lebih percaya. Teruntuk aku yang tak mengenal sahabat, mau kah kau menjadi teman seperjalanan ku ? 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar