Kamis, 27 Agustus 2015

Cerita Kertas dan Goresan

Hei kawan, pernahkah menangis ? ah, pasti pernah.

Ini kertas putih. Ini tulisan. Ini pena dan itu, matamu. Baiklah, aku gores sedikit, sedikit saja. Tahukah aku gores kemana ? ke atas, ke bawah, ke kiri, atau ke kanan, coba tebak. Tebaklah karena kau peduli, sedikit saja, sesendok teh pun tak penuh tak mengapa. Tapi benar tak ingin bertanya, goresan tadi ku gores kemana ? warna apa goresannya ? tebal atau tipis ? nanti penasaran, malah aku yang dikejar untuk digores, kertas ku bukan yang lain. Jujur, aku berkawan akrab dengan goresan, sering hinggap di tangan kananku malahan...

Hei, aku minta selembar lagi boleh ? iya kertasnya. Tenang, bukan buat ku gores. Sekarang aku punya dua kertas dan satu pena. Tunggu dulu, aku salah. Ada dua pena ternyata. Pena yang tak begitu runcing, sayang ia bukan pensil yang bisa diraut semaunya. Kertasnya cemburu, tebak kertas mana, kertas yang ku gores tadi atau kertas yang baru ku minta ? aku berikan satu pena ku kalau berhasil menjawab, aku kan punya dua...

Baiklah, aku menarik garis hitam kebawah, ku gores tipis. Aku lupa itu pena, bukan pensil yang bisa langsung dihapus walau berbekas. Ku teruskan lalu berhenti. Ku gores ke kanan, tenang hanya setengah garis dari yang pertama. Aku letakkan penaku,  masih tak ada yang istimewa. Hei, bertanyalah aku menggores diatas apa ? ayolah. Kertas ! . Bukan itu, dibawah kertasnya...

Tunggu sebentar, aku bagi tiga kertas kedua yang ku minta tadi. Kenapa tiga ? aduh, aku memang banyak tanya. Ayo pilih, kertas yang mana yang mau kau gores duluan, tenang, warnanya putih semua, tak ada warna kesukaanmu. Kenapa bahas kertas, bukan tadi bertanya, pernahkah kau menangis ? susah, kertasnya keras tak selembut tisue, nanti sakit mataku. Aku ambil kertas yang tak rata, aku menyobeknya terlalu kuat. Ku putar sedikit, ku putar lagi. Ini kertas nakal, berputar terus. Aku borgol, ku gores melingkar, tenang borgolnya selembut donat...

Tintanya habis, untung belum ku berikan tadi.Yah patah, bukan pena, tapi kertas nya. Aku kecewa, kenapa lagi tak bisa menulis dengan pena itu. Tinggal dua kertaskan tadi, iya dua. Aku pejamkan mata, padahal aku tahu, yang kanan yang aku ambil. Ku gulung kecil, ah kenapa sama dengan bentuk pena, kau meniru ya kertas. Ah sudahlah, jangan bertengkar. Ku patahkan gulungan kertas tadi, ia berdamai. Jangan jadi boomerang buat pena ya kertas, kau masih tetap kertas tak bisa berbalik seperti boomerang, hanya bentukmu...

Hei, ayolah... pernahkah kau menangis ? kertasku tinggal satu. Oke..oke.. aku tulis tiga, cepat ku gores. Kenapa tiga ? kan masih banyak angka. Aku maunya tiga, apa kau ingin aku menangis biar aku bisa bilang ‘pernah’, jangan kejam, pena ku tinggal satu. Aku putar kertas 'tiga ku' setengah saja. Angin menjauhlah sejenak, aku lagi malas. Kenapa tak menangis malah kau tersenyum ? sudah..sudah..  mau kau apakan empat kertas itu.. tak tersusun pun pena mu masih bahagia, walau tinggal satu.  Sudah, aku diam saja, dari pada kau bertanya lagi, pernahkah kau menangis ?


Tapi, hei... sekali lagi, tak penasaran siapa yang memberiku kertas tadi ? iya kertas kedua yang ku minta.. rangkailah, itulah dia...

1 komentar: